PKN kelas 9 BAB 3: KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

 ringkasan materi PKN kelas 9 BAB 3

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

A. Hakikat dan Teori Kedaulatan

Kata kedaulatan berasal dari bahasa arab, yaitu ”daulah” yang artinya kekuasaan tertinggi. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. namun, rakyat tetap hatus patuh pada hukum yang dibuat negara untuk kepentingan bersama.

Kedaulatan rakyat, berarti juga pemerintah mendapatkan mandatnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan oleh rakyat, mengandung pengertian bahwa pemerintahan yang ada, diselenggarakan dan dilakukan oleh rakyat sendiri. Gaya pemerintahan seperti ini disebut dengan ”demokrasi”. Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.

Keterlibatan rakyat dalam membentuk pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, dilaksanakan melalui pemilihan umum. Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat, dapat dilakukan melalui demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas serta mengesahkan undang-undang. Sementara itu, dalam demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undang-undang.

Menurut pendapat Jean Bodin, seorang ahli tata negara dari Prancis yang hidup di tahun 1500-an, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara. Kedaulatan memiliki empat sifat pokok, yaitu:

  • Asli, artinya kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi;
  • Permanen, artinya kekuasaan itu tetap ada sepanjang negara tetap berdiri walaupun pemerintah sudah berganti;
  • Tunggal, artinya kekuasaan itu merupakan satu-satunya dalam negara dan tidak dibagikan kepada badan-badan lain; serta
  • Terbatas, artinya kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain.

B. Teori Kedaulatan

a. Teori Kedaulatan Tuhan

Teori ini mengajarkan bahwa negara dan pemerintah mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (causa prima). 

Pelopor teori kedaulatan Tuhan, antara lain, Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), F. Hegel (1770-1831), dan F.J. Stahl (1802-1861). Contoh negara yang menganut teori ini adalah Jepang pada masa lalu dengan kaisar Tenno Heika sebagai titisan Dewa Matahari. Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci. 

b. Teori Kedaulatan Raja

Pada abad pertengahan, teori kedaulatan Tuhan berkembang menjadi teori kedaulatan raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Seorang raja bahkan tidak perlu menaati hukum moral agama. Justru karena statusnya sebagai representasi atau wakil Tuhan di dunia, maka pada saat itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya. Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, II Principle. 

Teori kedaulatan raja, beranggapan bahwa kekuasan tertinggi terletak di tangan raja sebagai penjelmaan kehendak Tuhan. Karena kedaulatan dimiliki para raja, akhirnya raja berkuasa dengan sewenang-wenang. Raja Louis XIV dari Prancis dengan sombongnya berkata “l’ettat C’st Moi” (negara adalah saya).

c. Teori Kedaulatan Negara

Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Peletak dasar teori ini antara lain, Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), dan Paul Laband (1879-1958). Pengembangan teori Hegel menyebar di negara-negara komunis.

d. Teori Kedaulatan Hukum

Berdasarkan pemikiran teori kedaulatan hukum, kekuasaan peme¬rintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintah. Kekuasaan hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Pelopor teori kedaulatan hukum, diantaranya: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant, dan Leon Duguit.

e. Teori Kedaulatan Rakyat

Teori kedaulatan rakyat beranggapan bahwa rakyat merupakan kesatuan yang dibentuk oleh suatu perjanjian masyarakat. Kemudian, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, rakyat memberikan sebagian kekuasaannya kepada penguasa yang dipilih oleh rakyat dan penguasa tersebut harus melindungi hak-hak rakyat. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Montesquieu (1688-1755) dan J.J. Rousseau (1712-1778).

Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan rakyat, di antaranya sebagai berikut.

a) JJ. Rousseau, menyatakan bahwa kedaulatan itu merupakan perwujudan kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).

b) Johannes Althusius, menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia, terjadi dari perjanjian masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih oleh rakyat.

c) John Locke, menyatakan bahwa kekuasaan negara berasal dari rakyat, bukan dari raja. Menurutnya, perjanjian masyarakat menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban asasi kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan. John Locke menyimpulkan bahwa terbentuknya negara melalui:

  1. pactum unionis, yaitu perjanjian antara individu untuk membentuk suatu negara; dan
  2. pactum subjectionis, yaitu perjanjian antara individu dan wadah atau negara untuk memberi kewenangan atau mandat kepada negara berdasarkan konstistusi atau UUD.

d) Mostesquieu, seorang ahli dari Prancis, berpendapat bahwa agar kekuasaan dalam suatu negara tidak terpusat pada seseorang, kekuasaan dalam suatu negara dibagi ke dalam tiga kekuasaan yang terpisah (separated of power). Pemegang kekuasaan yang satu, tidak memengaruhi dan tidak ikut campur tangan terhadap kekuasan lainnya. Pembagian kekuasaan dalam negara, dibagi atas tiga kekuasaan, yaitu:

  1. Kekuasaan legilatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundang-undangan dalam suatu negara,
  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kekuasaan ekseku¬tif¬ sering disebut sebagai kekuasaan menjalankan pemerintahan, dan
  3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila terjadi pelanggaran. Kekuasaan yudikatif sering disebut sebagai kekuasaan kehakiman.

C. Bentuk dan Prinsip Kedaulatan Negara Republik Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat. Landasan hukum negara Indonesia menganut kedaulatan rakyat ditegaskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  1. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu ”….maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ….”
  2. Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kedaulatan rakyat kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UUD tersebut dijadikan dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat yang mengatur dan membagi pelaksanaan kedaulatan rakyat kepada rakyat sendiri maupun kepada badan/lembaga negara.

Selain menganut teori kedaulatan rakyat, Negara Republik Indonesia dipertegas dengan kedaulatan hukum. Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), dinyatakan: ”Negara Indonesia adalah negara hukum”. dan dalam pasal 27 ayat (1) ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Kedua pasal ini, menegaskan bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat oleh lembaga negara sesuai UUD, tidak bersifat mutlak atau tanpa batas. Kekuasaan, tugas, dan wewenang lembaga negara, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan paparan di atas, maka prinsip-prinsip kedaulatan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
  2. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
  3. Negara Indonesia adalah negara hukum.
  4. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
  5. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
  6. MPR hanya dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

Prinsip negara kedaulatan rakyat, memiliki hubungan yang erat dengan makna demokrasi. Demokrasi berasal dari kata “demos” dan “kratein”. Demos berarti rakyat dan kratein berarti pemerintahan. Secara harfiah, demokrasi memiliki pengertian pemerintahan rakyat. Abraham Lincoln mengartikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, dalam negara demokrasi, rakyat yang memiliki kekuasaan untuk mengatur pemerintahan, atau kekuasaan ada di tangan rakyat. Hal ini sejalan dengan makna kedaulatan rakyat.

Dalam perkembangannya, demokrasi mengalami pasang surut. Hal ini ditandai oleh adanya beberapa istilah demokrasi yang menunjukkan bentuk pelaksanaan sistem pemerintahan demokrasi di suatu negara. Budiardjo (2003), mengemukakan sejumlah syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law, sebagai berikut.

  1. Perlindungan konstitusional.
  2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
  3. Pemilihan umum yang bebas.
  4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
  5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
  6. Pendidikan kewarganegaraan.

Kita telah mengetahui bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila memiliki makna demokrasi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Demokrasi yang dijiwai oleh nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Asas atau prinsip utama demokrasi Pancasila, yaitu pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat. Musyawarah berarti pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam penyelesaian masalah bersama. Mufakat adalah sesuatu yang telah disetujui sebagai keputusan berdasarkan kebulatan pendapat. Jadi, musyawarah mufakat berarti pengambilan suatu keputusan berdasarkan kehendak orang banyak (rakyat), sehingga tercapai kebulatan pendapat. Musyawarah mufakat harus berpangkal tolak pada hal-hal berikut.

  • Musyawarah mufakat bersumberkan inti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  • Pengambilan keputusan harus berdasarkan kehendak rakyat melalui hikmat kebijaksanaan.
  • Cara mengemukakan hikmat kebijaksanaan harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani luhur serta mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan rakyat.
  • Keputusan yang diambil, harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.
  • Keputusan harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab.
  • Perbandingan Demokrasi Pancasila dengan Demokrasi Liberal dan Demokrasi Sosialis

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia, dilakukan dengan dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Contoh pelaksanaan demokrasi langsung adalah pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta pemilihan kepala desa. Dengan demikian, wakil rakyat dalam pemerintahan negara Indonesia ditentukan secara langsung oleh rakyat yang telah memenuhi persyaratan, bukan oleh lembaga perwakilan rakyat. Contoh pelaksanaan demokrasi tidak langsung adalah adanya lembaga perwakilan rakyat yang bertugas untuk menyampaikan aspirasi dan amanat rakyat dalam pemerintahan. Wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPD, dan DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum. Peranan rakyat dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari cara berikut.

  • Pengisian keanggotaan MPR, karena anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD [Pasal 2 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945].
  • Pengisian keanggotaan DPR melalui pemilu [Pasal 19 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945].
  • Pengisian keanggotaan DPD [Pasal 22C ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945].
  • Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket pasangan secara langsung [Pasal 6A ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945].
  • Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah [UU No. 23 Tahun 2014].

Pemilihan umum sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat dan demokrasi, dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER dan Jurdil). Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyatakan bahwa pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD diselenggarakan secara demokratis dengan asas-asas sebagai berikut.

  1. Langsung: Asas langsung mengandung arti bahwa rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
  2. Umum; Asas umum mengandung arti bahwa semua warga negara yang telah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan berhak mengikuti pemilu. Hak ini diberikan tanpa melihat jenis kelamin, suku, agama, ras, pekerjaan, dan lain sebagainya.
  3. Bebas; Asas bebas, memiliki makna bahwa semua warga negara yang telah memiliki hak dalam pemilu, memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun.
  4. Rahasia; Asas rahasia, memberikan jaminan bahwa para pemilih yang melaksanakan haknya dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh siapa pun dengan jalan apa pun.
  5. Jujur; Asas Jujur mengandung arti bahwa, penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  6. Adil; Asas adil menjamin bahwa setiap pemilih dan peserta pemilu, mendapat¬ kan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Baca juga : PKN BAB 2 Pokok Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945


No comments:

Powered by Blogger.