A. Kurikulum
Dalam proses belajar mengajar baik yang dilakukan di sekolah maupun di lingkungan privat terdapat kurikulum yang mengatur aktivitas pendidikan tersebut. Soetopo dan Soemanto (dalam Joko Susilo, 2012, hlm. 78-79) mendefinisikan kurikulum menjadi lima yaitu:
- Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksakan dari tahun ke tahun.
- Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang domaksudkan untuk digunakan oleh para guru di dalam melaksanakan pelajaran untuk murid- muridnya.
- Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilksanakan oleh guru di sekolah.
- Kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat- alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan
- Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Selanjutnya kurikulum merupakan “Suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum”. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2002, hlm. 27).
Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 menyatakan dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 19 “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Pengertian lain juga disampaiakan Tim Pengembangan MKDP (2013) menyatakan: Pengertian kurikulum diorganisasi menjadi dua, kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petumjuk institusi pendidikan yang isinya berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Selanjutnya, kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Berdasarkan pengertian kurikulum di atas, yang telah dijabarkan dari beragam sumber dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum adalah perangkat yang berisikan program pencapaian yang ingin direalisasikan kepada pendidik agar dapat mencapai tujuan pendidikan dengan tahapan-tahapan yang telah diuraikan pada kurikulum. Kurikulum juga berisikan komponen-komponen yang akan membantu guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, mulai dari tujuan dilaksanakan pembelajaran, materi yang akan disampaikan, hingga metode serta strategi pembelajaran yang akan digunakan. Kurikulum juga menjelaskan tentang proses evaluasi yang akan dilakukan guru untuk melihat keberhasilan yang dicapai dalam penerapan kurikulum tersebut.
B. Pendidikan
Berikut adalah pengertian pendidikan menurut para ahli T. Raka Jonil Driyakarya, Ki Hajar Dewantara, Langeveld (dalam Rugaiyah dan Atiek Sismiati, 2013, hlm: 6) menyatakan:
Pendidikan adalah “Proses interaksi manusiawi yang di tandai keseimbangan kedaulatan subjek didik dan kewibawaan pendidik” (T. Raka Jonil). Sedangkan Drikarya Menjelaskan pendidikan adalah “proses memanusiakan manusia muda”. Mendidik adalah “menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan”(Ki HAjar Dewantara). Langeveld berpendapat pendidikan adalah “ mempengaruhi anak membimbingnya supaya menjadi dewasa”.
Selanjutnya Ahmad D. Marimba (dalam Hasbullah, 2009, hlm: 3-4) menjelaskan pengertian pendidikan menjadi beberapa unsur.
Pendidikan adalah bimbingan antara pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menujun terbentuknya kepribadian yang utama.
Unsure-unsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini adalah:
- Usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinann atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar.
- Ada pendidik, pembimbing, atau penolong.
- Ada yang didik atau siterdidik.
- Bimbingan itu memiliki dasar dan tujuan.
- Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang digunakan.
GBHN 1988 (dalam Umar & Sulo, 2015, hlm: 36-37) menyatakan tentang pengertian pendidikan:
Memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan pendidikan merupakan upaya secara sadar yang diberikan oleh pendidik baik guru maupun orang tua kepada anak agar memiliki sikap yang baik dan sopan dan pengetahuan serta keterampilan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaan pendidikan terdiri atas pendidikan formal yang didapatkan anak di sekolah melalui guru staf dan kepala sekolah serta kurikulum yang mengatur pelaksanaanya, dengan tujuan pendidikan di sesuaikan dengan tujuan pendidikan Nasional. Selanjutnya pendidikan non formal yang didapat seorang anak atau siswa di lingkungan keluarga melalui ayah dan ibu berupa warisan budaya dan agama serta sosialisai dengan lingkungan masyarakat tempat tinggal.
C. Landasan Kurikulum
Kurikulum yang menjadi dasar atau induk saat diberikannya pendidikan di sekolah memiliki landasan-landasan dalam pengembangannya. “Dasar-dasar landasan kurikulum tersebut adalah filsafat, kemasyarakatan, kebudayaan, psikologi belajar, pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta organisasi kurikulum”(Oemar Hamalik, 2009, hlm 57). Lain halnya dengan Nana Syaodih (2002, hlm. 38) yang lebih mempersempit dasar tersebut menyatakan “ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu dan teknologi”.
a. Landasan Filosofis
Nana syaodih (2002, hlm. 39) menjelaskan:
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijakan” (love if widom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berfikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis dan mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berfikir sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar).
Dalam dunia pendidikan, filsafat banyak memberikan peran dalam penerapan kurikulum pendidikan, karena “filsafat melihat segala sesuatu dari sudut sebagaimana seharusnya”. Das Sollen (dalam Nana syaodih, 2002, hlm. 39). Umumnya dalam sekolah dikenal empat falsafah pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan (Oemar Hamalik, 2009, hlm. 62-64)
1) Rekonstruksisme
Berdasarkan filsafat Dewey, rekonstruksisme mengikuti sebuah alur, yang meyakini dan mengemukakan bahwa keberadaan sekolah adalah untuk adanya perbaikan dalam masyarakat. Goerge S. Counts, dalam bukunya “Dare the School Build a New Social Order?” menantang para pendidik untuk kembali mempertimbangkan peran sekolah dalam masyarakat. Para pendidik setuju bahwa pemuda harus memikirkan tantangan dan masalah sosial, ekonomi, dan politik, serta berusaha untuk mencapai mufakat dalam mencari solusi. Premis utama dari falsafah ini adalah untuk menjadikan sekolah sebagai agen utama dalam perubahan sosial.
2) Perenialisme
Perenialisme sekuler mendukung kurikulum sebuah akademi dengan tata bahasa, kepandaian berbicara, logika, logika bahasa lama dan baru, matematika, dan peradaban dunia.
3) Esensialisme
Bahan pokok kurikulum adalah sebuah rencana esensialis tentang organisasi kurikulum dan teknik-teknik pemberian pelajaran, dengan tes sebagai metodenya. Karya ilmiah, yakni kemampuan mendaur ulang apa yang telah dipelajari, merupakan nilai yang tinggi, dan pendidikan diawasi sebagai persiapan mencapai maksud pendidikan seperti perguruan tinggi, lapangan kerja, dan kehidupan.
Dalam falsafah ini terdapat prinsip behavioristik, yaitu esensialitas menemukan dasar-dasar tingkah laku yang selaras dengan keyakinan filosofi.
4) Progresivisme
Sikap progresivisme, yang menyatakan bawa anak harus memahami pengalaman pendidikan “di sini” dan “sekarang” mempunyai filosofi “pendidikan adalah hidup” dan “belajar dengan melakukan”. Para progresif mendorong sekolah agar menyediakan pelajaran bagi setiap individu yang berbeda baik dalam mental, fisik, emosi, spiritual dan perbedaaan sosial.
b. Landasan Psikologis
Psikologis pendidikan pada peserta didik dapat dilihat dari perilaku yang dimunculkan oleh peserta didik. “kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya”.(Nana syaodih, 2002, hlm. 45). Ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
1) Psikologi Perkembangan
Pada psikologi perkembangan seseorang akan dilihat dari mulai ia masih dalam kandungan hingga lahir dan besar.
2) Psikologi belajar
“Bagi penganut coqnitive field, belajar merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapat pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama”.(Nana syaodih, 2002, hlm. 56)
c. Landasan Sosial Budaya
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang memberikan pendidikan non formal dengan mencakup lingkungan masyarakat dan keluarga. Biasanya pendidikan non formal ini mengajarkan dan mengenalkan kepada peserta didik bagaimana mengenal budaya warisan keluarga dan lingkungan tempat tinggal serta bersosialisasi dengan orang lain dalam lingkup masyarakat.
Tylor (dalam Nana syaodih, 2002, hlm. 60) mengunkapkan, “kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang menhikuti pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat-istiadat, serta kemampuan, kebiasaaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.
d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Banyak pengaruh yang ditimbulkan dengan adanya teknologi di dalam lingkungan baik sekolah maupun masyarakat. Nana Syaodih (2002) mengungkapkan,
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung, maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi/materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan pekembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menyebabkan problema-problema baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.
D. Komponen-Komponen Kurikulum
Begitu banyak definisi kurikulum yang disampaikan oleh para ahli dari berbagai sumber, pada dasarnya kurikulum dibuat untuk membantu proses pendidikan yang berlangsung di lingkungan sekolah baik formal maupun non formal. Kurikulum yang dibuat memiliki komponen-komponen yang terdapat di dalam kurikulum tersebut. “unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi”. (Nana syaodih, 2002, hlm. 102).
Tujuan yang ada pada kurikulum memiliki keterkaitan antara landasan dalam pengembangan kurikulum yakni landasan filosofis. Dalam tujuan juga terdapat keterkaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan UUD RI Indonesia tentang Pendidikan dasar dan menengah.
E. Seni
“Herbert Read dalam bukunya The Meaning of Art (1959), menyatakan bahwa seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. (Dharsono Sony, 2004, hlm 2) Selanjutnya “Suzanne K. Langer yang dirujuk dalam bukunya berjudul The Principles of Art oleh Collingwood (1974), mengatakan seni merupakan simbol dan perasaan. Seni merupakan bentuk simbolis dari perasaan manusia”. (Dharsono Sony, 2004, hlm. 2).
Selain pendapat di atas kamus The American Heritage Dictionary (AH) (1969) (dalam Sudjoko, 2000, hlm. 56) menjelaskan, pengertian seni adalah
- Human effort to imitate, supplement, alter, or counteract the work of nature.
- a. the coucious production or arrangement of sounds, colors, forms. Movements, or other elements in a manner that affects the sense of beauty, specifialy the productions of the beautiful in a graphic or plastic medium. b. The study of these activities. c. The produc of these activities; human works of beauty considered as a group.
- Hight quality of conception or execution, as found in works of beauty; aesthetic value.
- A field or category of art, suchas music, ballet, or literature.
Berdasarkan pemaparan tentang pengertian seni dapat diambil kesimpulan seni adalah “kreatifitas” semua hal yang diciptakan dengan menggunakan unsur estetika serta untuk memberikan kesan kepuasan dalam melihat mendengar termaksud kedalam seni.
Seni juga merupakan bagian dari kebudayaan, seni memperkenalkan apa yang ada disuatu daerah dan apa yang terjadi di masa lalu.
F. Pendidikan Seni
Salah satu cabang seni yang dipelajari oleh peserta didik adalah seni rupa. Sulasmi darma (1989, hlm. 5) menyatakan,
Seni rupa : adalah seni yang sifatnya visual, artinya bukan seni lainnya seperti seni music (audio), seni tari (audio visual), atau seni sastra dan seni drama : melainkan seni yang menyangkut bahasa rupa. Yang termaksud di dalamnya adalah: seni lukis, seni patung, seni grafik, seni keramik,, seni fotografi. Dalam kamus bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta tertulis; yang dimaksudkan dengan seni rupa adalah akal, ungkapan, kecakapan membuat atau menciptakan yang elok-elok atau yang indah-indah (seni lukis, seni pahat, seni bangunan) atau kecakapan batin (akal), yang luar biasa yang dapat mengadakan atau menciptakan sesuatu yang luar biasa. Berdasarkan pengertian yang tertulis seni rupa itu merupakan hasil karya atau ungkapan perasaan hasil dorongan kreativitas serta imaginasi seseorang yang mempunyai kecakapan dan ras keindahan.
Pembelajaran seni rupa pada siswa akan memberikan pada mereka keterampilan serta kepekaan terhadap estetika. Selain itu seni rupa mengajarkan untuk melihat keunikan benda-benda. Karena setiap benda yang ada di manapun sebenarnya memiliki elemen-elemen terbentuknya benda tersebut. Kemampuan untuk melihat elemen tersebut yang nantinya akan menumbuhkan rasa estetik pada diri siswa
G. Kurikulum Pendidikan Seni
Kurikulum pendidikan seni utamanya kurikulum 2006 peserta didik diajarkan tentang apresiasi, dan kreasi yang disampaikan dalam materi pembelajaran dengan pertimbangan, dimana pembelajaran seni budaya memiliki peranan dalam pengembangan kreatifitas kepekaan rasa dan inderawi, serta kemampuan dalam berkesenian memalui pendekatan belajar dengan seni, belajar melalui seni dan belajar tentang seni
Dalam pembelajaran seni rupa sendiri sebelum siswa atau peserta didik mengapresiasi sebuah karya. Guru atau pendidik memberikan arahan tentang mengenali unsure-unsur seni rupa secara sistematis dengan cara mengidentifikasi hingga nantinya mampu menganalisis karakteristik unsure dengan benar. Hingga nantinya diharapkan peserta didik ammpu membuat komposisi unsure rupa secara kreatif dan benar. Hal tersebut menjadi bekal nantinya bagi peserta didik dalam memberikan kritik dan apresiasi terhadap karya seni.
Proses yang paparkan di atas merupakan langkah belajar dengan pendekatan seni. Saat siswa memiliki ilmu dasar tentang seni rupa siswa mampu memberikan tanggapan jika nantinya diperlihatkan dengan artefak atau peninggalan budaya dalam bentuk rupa untuk dikritik dan diapresiasi menggunakan dasar ilmu seni tersebut.
Dalam pembelajaran seni rupa jenjang sekolah dasar hingga menengah anak dianggap sebagai seorang seniman. Padahal itu merupakan hal yang keliru, pada tingkat pendidikan dasar hingga menengah pendidikan seni yang di ajarkan adalah seni budaya yang pada kurikulum 2006, siswa dituntut untuk paham akan budaya namun tidak menjadi budayawan dapat memiliki keterampilan tetapi tidak menjadi seniman.
Siswa dituntut untuk mengerti dan mengenal budaya mereka sendiri dan dapat memberikan respon acuh terhadap budaya tempat mereka tinggal. Namun, permasalahan yang ditemukan adalah walaupun kurikulum telah melaksanakan pengembangn dengan sedemikian rupa terdapat masalah yang masih belum terpecahkan dengan baik; yakni kurangnya tenaga pengajar di bidang seni yang mengajar di sekolah dan kurangnya wawasan pengajar akan budya untuk itu dibutuhkan buku penunjang tentang budaya di suatu daerah.
DAFTAR RUJUKAN
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. [Online]. Diakses dari: http://fpbs.upi.edu/file/prog-ppg/01%20Landasan%20Yuridis%20PPG/1.%20UU%20No%2020%20Thn%202003%20ttg%20Sisdiknas.pdf
Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 62-64.
Hasbullah. (2009). Dasar-dasar Ilmu pendidikan. Ed Revisi-7. Jakarta: Rajawali Pers.
Joko susilo, Muhammad. (2012). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kartika, Dharsono Sony. (2004). Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.
Prawira, Sulasmi Darma. (1989). Warna Sebagai Salah Satu Unsur Seni dan Desain. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud.
Sudjoko. (2000). Pengantar Seni Rupa. Bandung: Institut Teknologi Bandung,Departemen Pendidikan Nasional.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2002). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tim Pengembangan MKDP. (2013). Kurukulum & Pembelajaran-ed. 3-cet. 3.-. Jakarta: Rajawali Pers
Rirtarahardja, Umar & La Sulo, S. L. (2015). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
No comments: